MELIHAT DARI DIMENSI YANG BERBEDA

Rabu, 03 November 2010

Pembalasan Dendam Untuk Para Kanibal

Hanya empat orang saja yang selamat, ketika kapal layar pesiar Inggris Pierrot terbalik di lautan Atlantik, pada bulan Juli 1884.


Keempat orang itu berkerumun menjadi satu dalam sebuah sampan kecil yang rusak, selama dua puluh lima hari. Karena hampir mati akibat kelaparan dan kepanasan, Kapten Edwin Rutt akhirnya mengusulkan untuk melakukan suatu tindakan yang nekad.
Diusulkannya untuk mengadakan undian : untuk menentukan siapa dari keempat orang itu yang akan dimakan.

Dua dari anak buah kapal setuju atas usul Rutt, tetapi Dick Tomlin

yang berumur 18 tahun, awak kapal yang termuda, menolak dan berkata bahwa ia lebih baik mati daripada makan daging manusia.

Dengan memprotes itu Tomlin telah menentukan nasibnya. Pada kesempatan pertama, Rutt merangkak ke arah anak muda ini ketika ia sedang tidur dan menusuk lehernya dengan pisau. Perwira dek Josh Dudley

dan pelaut Will Hoon tidak berkeberatan untuk makan daging manusia. Mereka masih dapat ditolong oleh kapal pesiar Gellert, empat hari kemudian dan hal ini adalah berkat daging Dick Tomlin, yang selama empat hari telah memungkinkan mereka dapat hidup.

Kapten kapal Gellert, yang dicekam rasa ngeri, tidak setuju untuk menenggelamkan sisa jasad Tomlin ke dalam laut. Jasad itu disembunyikan di bawah kain terpal dan menyertai teman-temannya selama berlayar ke pelabuhan Falmouth, di Cornwall.

Ketiga orang yang selamat itu diadili dan dihukum mati karena pembunuhan di tengah lautan. Tetapi, menteri dalam negeri mengubah hukuman itu menjadi hukuman penjara 6 bulan, karena ia berpendapat bahwa yang bersangkutan telah cukup lama menderita ketakutan dan demi bertahan hidup.

Ketika ketiga orang itu keluar keluar dari penjara, mereka adalah orang-orang yang boleh dikatakan tidak mempunyai hari depan. Untuk dapat mempertahankan hidupnya, Josh Dudley menjadi kusir gerobak pengangkut barang. Dua minggu kemudian, sepasang kudanya melihat sesuatu yang menjadikan binatang-binatang itu ketakutan, di tengah kota London yang diliputi kabut. Ketika pasangan kuda itu tiba-tiba meloncat lari karena terkejut, Dudley terlempar ke atas batu-batu jalanan dan kepalanya hancur.

Para saksi mata mengatakan, bahwa sesuatu yang nampak dalam kabut itu adalah sosok tubuh yang dari kepala hingga kakinya terbungkus perban yang penuh dengan noda darah. Setelah Dudley meninggal, sosok itu lenyap secara ajaib.

Ketika ketakutan mulai tertanam di dalam hatinya, Kapten Rutt pergi ke Soho, perkampungan yang kotor dan miskin di London, untuk mencari Will Hoon. Ditemukannya pelaut tua itu sudah kecanduan minuman keras. Ia adalah seorang gelandangan yang telah menjadi dungu karena terlalu banyak minum. Rutt mengatakan kepada Hoon, bahwa seorang sanak Tomlin yang haus akan pembalasan menyamar sebagai roh Dick Tomlin dan ia mendesak Hoon untuk membantunya menemukan orang itu. Tetapi Hoon hanya ingin minum dan minum, dalam keadaan mabuk berat dia dibawa ke rumah sakit untuk orang-orang miskin, dimana ia tiba-tiba memekik-mekik dan kemudian meninggal.
Kemudia para saksi mata mengatakan bahwa seorang pasien yang lain, yang seluruh badannya terbalut perban, pada waktu itu menahan Hoon agar tetap berbaring dan nampak seperti berusaha untuk menenangkannya. Kemudian Hoon mengejang dan pasien itu lenyap.

Sekarang dalam ketakutan yang dalam, Rutt datang menghadap ke kantor polisi. Orang-orang di situ mentertawakan ceritanya mengenai "sosok yang terbalut perban". Tetapi, mengingat keadaan mental kapten Rutt, mereka menawarkan supaya ia menginap semalam dalam sel.

Dengan rasa terima kasih, Rutt masuk ke dalam sel dan ia sampai dua kali memeriksa pintunya, karena ia ingin memastikan bahwa pintu sel itu benar-benar terkunci.
Sel itu memang diperuntukkan bagi tahanan di London yang kurang waras dan jika di situ terdengar teriakan di waktu malam, hal itu bukanlah merupakan hal yang aneh.

Tetapi ketika polisi pada jam 3 malam mendengar kapten Rutt menjerit, corak khusus dalam jeritannya itu mengakibatkan para penjaga berlarian. Pintu sel dibuka dan mereka berjalan ke bangku tempat Rutt tidur. Mereka mendapatkan Rutt dengan kedua kakinya menyilang seperti gunting, sedangkan mata Rutt yang telah mati itu terbelalak seperti hendak keluar. Para agen polisi terperanjat dan heran melihat Rutt memegang erat-erat cabikan-cabikan kapas dan perban yang bernoda darah diantara jari-jarinya yang entah berasal dari mana.

Sumber: Arsip Kepolisian Inggris dalam Unsolved Mystery.
Dibukukan dalam The World's Greatest Ghosts oleh Nigel Blundell dan Roger Boar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar