MELIHAT DARI DIMENSI YANG BERBEDA

Sabtu, 31 Maret 2012

Prelude of 'Penyihir dari Eropa' by Louie Buana

Prelude

Pada zaman dahulu, ketika seorang sultan di Baghdad memiliki permadani ajaib bersulam indah yang dapat terbang dan seorang Kaisar Cina memelihara naga api raksasa yang dapat berkeliaran bebas di taman Kota Terlarang, wilayah lain di belahan bumi utara dilanda kegelapan selama seribu tahun.
Eropa di abad pertengahan tidaklah seperti Eropa yang kita kenal sekarang. Zaman itu adalah jam perang diantara para penghuni kastil suram yang dingin dan kelam. Zaman ketika wabah hitam merangkak dari bawah tanah untuk mencabuti nyawa setiap orang yang putus asa.

Itulah masa ketika para penyihir dikejar-kejar. Itulah masa ketika takkan ada yang heran mengapa banyak mayat dibiarkan berserakan di jalanan. Itulah masa ketika bau tak sedap dari tubuh penduduk yang tak pernah mandi berkeliaran di udara. Itulah masa ketika takkan ada yang heran mengapa seorang wanita dari lantai dua sebuah rumah bertingkat membuang sebaskom penuh kotoran anaknya ke jalan raya begitu saja.
Di masa ketika kegelapan melanda bahkan di hari yang cerah oleh sinar mentari, perburuan penyihir dilakukan untuk membasmi siapa saja yang mencurigakan. Dan tentu saja, orang jahat selalu ada di setiap zaman. Beberapa orang jahat di zaman pertengahan itu dengan liciknya memanfaatkan waktu yang tepat untuk memfitnah musuh-musuh mereka sebagai seorang penyihir. Alhasil, banyak tanah yang kehilangan tuannya, banyak barang-barang yang kehilangan dagangannya, dan banyak pula wanita-wanita yang kehilangan suaminya.

Dirimu bisa saja ditangkap pada suatu sore yang indah sewaktu sedang duduk-duduk di beranda rumah dengan alasan yang sangat konyol. Tahi lalat aneh di hidungmu membentuk pola segiempat yang mengerikan ditambah sehelai rambut abu-abu nan ganjil. Tanpa basa-basi, warga yang terlanjur ditelan histeria bersama sepasukan pemburu penyihir akan menangkap dia yang sial karena dicurigai.
Sebagian orang bahkan memanfaatkannya sebagai mata pencaharian tetap. Mereka membakar kegelisahan warga dengan meniupkan desas-desus tentang sihir dan ilmu hitam lalu tampil bak seorang pahlawan dengan seperangkat peralatan penangkal sihir palsu, seperti cerita Malcrim Si Tukang Bual.

“Para penyihir memiliki tanda khusus dari Iblis. Tanda itu dapat berupa bercak merah seperti darah atau telapak kaki katak. Biasanya penyihir wanita membubuhkan tanda itu di sekitar dada atau pantat, supaya bisa mengelak bila diperiksa.”

Dalam keremangan cahaya lilin, orang bertudung hitam besar itu memandangi alat-alat penangkap penyihir yang dibawa oleh Malcrim. Malcrim adalah seorang haberdasher, pedagang eceran. Tetapi ia menobatkan dirinya sendiri sebagai seorang haberdasher yang khusus menyediakan benda-benda anti-sihir. Demi memastikan uang terus mengalir ke dalam kantongnya, ia bersedia untuk melayani pembeli; sekalipun pada suatu malam di pertengahan musim panas di sebuah rumah tua yang jauh di pinggiran kota London seperti sekarang ini.

“Kebanyakan penyihir di daerah sini adalah wanita. Mereka bisa kelihatan seperti manusia biasa dan bahkan dinikahi oleh manusia biasa. Namun selihai apapun mereka tetap saja masih bisa kita lacak. Dengan alat-alat saya segalanya beres. Orang-orang tak perlu lagi takut dengan tetangga mereka. Tak perlu terkejut jika suatu hari ketika baru bangun tidur, istri yang tadinya molek berubah kisut seperti mangga tua berkutil. Botol ini berisi wangi-wangian khusus yang bisa membuat penyihir bersin.

Cukup teteskan di baju orang yang dicurigai dan jika benar ia penyihir maka ia akan bersin-bersin sampai ke wujud asalnya. Saya juga menjual kayu pancang cemara untuk membunuh vampir. Musim panas tahun lalu banyak ternak yang mati karena dihisap darahnya oleh vampire. Tergerak untuk menolong para petani yang malang itu saya buat kayu pancang asli dari Transylvania. Mademoiselle dapat menyentuh dan merasakan urat-uratnya yang bertonjolan...”

“Jadi seluruh benda ini dapat membongkar identitas seorang penyihir ?” tanya si calon pembeli. Perawakan dan suaranya menunjukkan bahwa ia adalah seorang perempuan. Tanpa tudung hitam yang menyelubungi sekalipun sebenarnya Malcrim kesusahan melihat wajahnya karena cahaya lilin yang remang-remang. Selain itu mata Malcrim juga rabun.

“Tentu… tentu Mademoiselle! Ramuan ini dan belati itu dapat melumpuhkan mereka, ditambah dengan debu dari makam para santo di Yeru...” Malcrim kembali menawarkan barang-barangnya ke bawah hidung orang itu. Tapi si calon pembeli justru terkekeh geli melihat tingkahnya.

Sambil mengernyit, Malcrim berhenti bicara. Ia mengernyitkan dahinya dan menunggu sampai calon pembelinya selesai terkekeh.

“Maaf?”

Kejengkelannya menumpuk. Ia sibuk berkeliling sepanjang siang, dan kalau bukan karena hutang bir-nya di bar Madame Madeleyn Ia jelas tidak mau ngobrol berdua saja dengan seorang berjubah kumuh yang berjalan dengan kaki telanjang dari arah pelabuhan itu.

Malcrim dulu, dulu sekali adalah seorang pedagang kain miskin di Skotlandia. Dulu orang tuanya petani, ia dipaksa untuk menekuni bisnis warisan itu. Namun karena terdorong oleh jiwa bertualang yang amat besar, ia meninggalkan kampung halamannya sambil membawa lari anak gadis tetangga. Ia memutuskan tinggal di London, pada sebuah rumah kecil berbau kotoran ayam, di dekat jembatan. Kerjanya sehari-hari hanya tidur dan mabuk-mabukkan ( hingga menjadi pelanggan tetap Madame Madeleyn ). Sang istrilah yang bekerja sebagai tukang cuci keliling sambil menyusui anak-anak Malcrim
Istrinya yang tak tahan hidup menderita kabur meninggalkan suami yang pemalas dan keempat orang anak mereka. Dari situ Malcrim harus turun tangan demi menafkahi hidup. Namun pekerjaan apapun yang ia coba tekuni selalu berujung dengan kegagalan. Suatu hari sewaktu ia tengah menghabiskan waktu di bar Madame Madeleyn ditemani segelas bir, kabar perburuan penyihir terhembus ke seluruh Eropa. Insting bisnisnya tak bisa tinggal diam. Ia membantu menyebarkan desas-desus mengerikan ke telinga penduduk lalu tampil ke muka umum dengan sekotak penuh alat-alat bohong anti sihir yang ia buat sendiri (atau ia pungut dari tempat sampah). Dalam sekejap hidup Malcrim pun berubah. Ia manjadi orang yang paling dicari-cari penduduk desa Grantchester. Ia bahagia sekarang karena setiap hari uang mengalir, bahkan ia memiliki langganan tetap.

Sekarang ia menatap calon pembelinya. Orang aneh itu menertawainya di saat ia memberikan pelayanan khusus di tengah malam buta. Tidak sopan! Malcrim sudah biasa menghadapi calon pembeli yang suka mencari-cari celah pada setiap kata-katanya. Biasanya ia akan segera berkelit begitu mengetahui bahwa orang yang berada dihadapnnya itu adalah orang yang berpendidikan. Untuk itu Ia harus memancing sejauh mana kepandaian calon pembelinya.

“Jadi Anda tidak percaya saya? Saya tidak bercanda, Mademoiselle, saya telah menyelamatkan banyak nyawa... termasuk di antaranya nyawa raja! Raja kita yang agung, King Henry VI dari Lancaster, pernah ditenung oleh seorang nenek sihir dengan hidung bengkok berbisul hijau dari Perancis, namanya Gwendyd Si Tangan Kidal. Nenek sihir itu menggunakan ramuan dari ginjal bocah lelaki yang belum dibaptis, ditumbuk sampai halus dan dicampur dengan rempah-rempah Asmosdeus lalu kemudian ditiupkannya melalui angin utara ke bokong raja. Seluruh tabib kerajaan tidak menyadari sihir itu dan terus menerus mengoleskan salep-salep aneh. Pantat raja membengkak empat hari-empat malam. Saat itulah...”

“Humbug! Hahahahaha… Ceritamu adalah bualan paling konyol tentang pantat raja Inggris yang pernah kudengar!”

Malcrim melotot ketika melihat tangan calon pembelinya mengeluarkan tongkat sihir. Tongkat dari ranting keras berwarna hitam pekat dengan bentuk yang tak pernah ia dibayangkan.
“Malcrim, kau selalu membual tentang sihir serta memanfaatkan penderitaan para penyihir untuk mendapatkan uang. Akibatnya kaumku semakin menderita. Histeria itu kini telah menyebar kemana-mana. Jika memang benar sampah-sampahmu ini berguna, mengapa tidak sedari tadi kau menyadariku sebagai penyihir? Sudah sepantasnya orang-orang sepertimu untuk dienyahkan. Bagaimana kalau sekarang kau rasakan sentuhan sihir yang sebenarnya?” potong orang berjubah itu cepat.
Malcrim bergetar ketakutan. Ia berhadapan dengan penyihir sungguhan. Mendadak lenyap imajinasi tentang penyihir selama ini ( nenek-nenek bongkok berkutil yang membawa kuali dan buku mantra. Dapat terbang dengan sapu usang serta bau badan mereka seperti bau kaus kaki ). Penyihir asli jauh lebih mengerikan!
“Wigan!” mantra yang mendadak meluncur dari mulut si penyihir merubah jambangan di dekat Malcrim menjadi butiran pasir-pasir hitam.

Malcrim terduduk lemas di lantai. Ia mencoba untuk bangkit berdiri dan lari sekuat tenaga, tapi kakinya terasa kaku. Tangannya menggenggam erat-erat kalung emas St. Paul yang ia ambil dari istrinya beberapa tahun yang lalu sambil berkomat-kamit membaca doa perlindungan. Akan tetapi tongkat si penyihir telah mengarah ke arahnya dan dalam sekejap kalung itu pun lumer menjadi lumpur. Malcrim menatap lumpur yang mencair di tangannya tak percaya.

“Ampuni saya! Ampuni saya, Mademoiselle... saya berjanji tak akan pernah mengusik kehidupan penyihir lagi! Saya mohon... Ada tujuh orang anak kecil, tiga orang istri, serta lima ekor anak anjing yang menunggu saya di rumah, Mademoiselle. Mereka semua membutuhkan saya. Sumpah demi Tuhan saya tak mungkin berbohong!”

Si penyihir menatap wajah Malcrim yang memelas ketakutan. Ia bisa membaca pikiran pria itu. Pembohong. Mereka adalah orang-orang yang rela melakukan apa saja demi menyelamatkan diri sendiri. Apakah ada binatang yang mau memakan bangkai anaknya sendiri? Jelas tidak ada, tapi manusia seperti Malcrim ini pasti mau-mau saja melakukan hal hina seperti itu dalam keadaan terdesak.
Si penyihir meludahi wajah si haberdasher, menendangnya ke pinggir, dan membakar seluruh benda-benda palsu yang ada di atas meja dengan bola api sihiran dari ujung tongkat sihirnya. Malcrim meringkuk ketakutan di lantai.

“Betapa beraninya kau berbohong dihadapan penyihir yang selama ini paling dicari-cari oleh seluruh umat manusia. Kau telah berani mengakali jerat kematian. Tapi kali ini tidak akan ada lagi kebohongan, karena aku Sang Penyihir Terakhir akan mengakhiri semuanya...”

Malcrim menggigil. Ia meronta-ronta ketakutan, berjanji untuk hidup tenang di sebuah biara jauh di Skotlandia, bersumpah tidak akan pernah lagi berhubungan dengan sihir serta lain sebagainya. Tapi penyihir itu sudah kehilangan welas asih. Telinganya bising mendengar rentetan omong kosong Malcrim.

Diiringi bunyi lengkingan panjang Malcrim berubah wujud. Ia mengutuk Malcrim menjadi seekor katak gendut berwarna jingga. Katak itu melompat-lompat di sekitarnya seakan minta dikembalikan menjadi manusia. Tapi sang penyihir sudah memutuskan untuk pergi.

Ia berdesis, “Ceorlfolc, dengan bodohnya kalian menciptakan dongeng-dongeng konyol tentang kehidupan kami. Apa kalian menganggap kami ini mahkluk lucu? Kalian pikir kami adalah sekumpulan orang-orang aneh yang mengayun-ayunkan tongkat, mengaduk-aduk kuali dan terbang mengelilingi cerobong asap dengan sapu? Sekarang aku akan membuatmu merasakan sendiri hasil imajinasi dari kepala kalian…
Seorang pangeran yang disihir menjadi katak dapat berubah kembali menjadi manusia setelah dicium oleh seorang putri cantik.
Oh! Betapa menggelikannya, manusia... Nikmatilah sisa hidupmu sebagai katak jelek dan berkelanalah mencari putri cantik. Tapi, itupun kalau ada yang mau menciummu!”
Si penyihir tertawa senang. Sambil jejingrakkan ia melangkahkan kaki meninggalkan rumah tua di pinggir London itu. Dari jejak langkahnya muncul tiang-tiang api raksasa yang berkobar-kobar, menghanguskan bukti keberadaan Malcrim, si penjual keliling. Api itu semakin lama semakin besar, mengancam kota London dengan tangan-tangan sihir. Sang penyihir terakhir mendengar kabar bahwa orang tuanya dulu pernah tinggal di kota itu sebelum diserang dari segala penjuru. Ia akan membalaskan dendam leluhurnya. Setelah beberapa saat berjalan, ia berbalik menghadap ke rumah tua yang sementara dirubung api itu. Bak seorang dirigen, ia memerintahkan api yang semakin menggila dengan gerakan tongkat sihirnya itu mengarah ke ibukota.